Senin, 16 Mei 2016

kikir

Salah satu penyebab kesulitan hidup  adalah KIKIR.
Allah berfirman :
“ harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat..”  (Ali Imran : 180)
Maksudnya, Allah akan menjadikan harta yang ia bakhil menginfakkannya sebagai beban di pundaknya pada hari kiamat.  Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan satu hadits dari Rasulullah saw :
Dari Abu Hurairah r.a. : bahwa Rasulullah Saw bersabda : “ Barang siapa yang diberikan oleh Allah harta kepadanya , kemudian ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka ia akan berwujud ular yang sangat besar yang akan menariknya dengan dua tulang rahangnya yang lebar, kemudian ia berkata, “ saya adalah harta simmpanananmu.”  Kemudian Rasulullah membacakan ayat ini , sampai akhir hayat (mutttafaq alaih)
Firman Allah ;
 Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-nya, mereka kikir dengan karunia itu dan ia berpaling dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran) (at Taubah : 76)
Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalam yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik ..(al Lail : 7-9)
Menafsirkan ayat di atas , Ibnu Abbas berkata, “ Bakhil dengan hartanya dan tidak mau menyembah Allah’SWT , tidak percaya terhadap surga dan nikmatNya, maka akan Kami persiapkan untuknya nasib yang menjadikannya dalam kesusahan yaitu kehidupan yang sulit di dunia dan akhirat. Ia adalah jalan kejahatan.” Para ahli tafsir berkata,” jalan kebaikan disebut sebagai jalan kemudahan, karena akibat yang akan dialaminya adalah sebuah kemudahan yaitu masuk surga  . Dan dinamakan jalan kesusahan, karena akibat yang akan ia rasakan adalah kesusahan yaitu masuk neraka jahanam.
Firman Allah ‘
‘Jika Dia meminta harta kepadamu lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu. Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada Jalan Allah. Maka diantara kamu ada orang yang kikir dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap diri nya sendiri. Dan Allahlah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya); dan jika kamu berpaling , niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan seperti kamu (ini). (muhammad ; 37-38)
Maksudnya , barang siapa yang bakhil, tidak mau mengeluarkan infak di jalan Allah, maka sesungguhnya mudharat yang diakibatkan karena ia bakhil akan kembali kepada dirinya sendiri. Karena ia sendiri yang menghalangi pahala dan balasan dari Allah. Allah tidak membutuhkan  infak yang kita keluarkan. Bahkan kitalah yang butuh terhadap  harta tersebut. Jika berpaling dari taat kepada Allah dan tidak mengikuti perintah-perintahNya maka  Ia akan menggantikan posisi kalian dengan kaum yang lain yang lebih taat kepada Allah daripada kalian.
Firman Allah,
“ Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya , maka mereka itulah orang-orang yang beruntung (ath Thagabun : 16)
Maksudnya , orang-orang yang dijaga oleh Allah dari sifat bakhil dan jiwa mereka dan dijauhkan dari pengaruhnya (dengan mengikuti hawa nafsu) , maka mereka berbeda dengan golongan lain  yang tidak menyukai untuk infak, mereka itulah orang-orang yang akan Allah selamatkan dari siksaan-Nya.
Dari Jabir Inu Abdillah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda,” Jauhilah perbuatan zalim, karena kezaliman akan membawa kegelapan di hari kiamat. Dan jauhilah dari sifat kikir dan tamak , karena ia telah menghancurkan umat sebelum kalian. Ia telah mendorong mereka menumpahkan darah saudara mereka sendiri dan menghalalkan kehormatan mereka.. (HR Muslim)

Perbedaan sifat bakhil dan dermawan sebagaimana  yang diungkapkan oleh sahabat Abu Hurairah r.a. berkata  bahwa ia mendengar Rasululah saw bersabda,” Perumpamaan orang yang bakhil dan orang yang mengeluarkan infaknya seperti dua orang yang mempunyai dua kantong yang terbuat dari  besi yang panjangnya dari dada mereka hingga di atasnya. Ada pun orang yang suka berinfak, ia tidak mengeluarkan infak kecuali sampai semua yang ada dalam kantong habis, sehingga jari-jari tangannya tertutup ketika ia mengambil hartanya untuk infak atau tidak ada lagi tersisa sesuatu pun dalam kantongnya . Ia akan menjadi penghapus dosa-dosanya hingga tidak ada bekas sedikitpun. Adapun orang yang bakhil , ia tidak mau mengeluarkan infak kecuali semua anggota badannya akan saling lekat, ia berusaha melebarkannya tetapi tidak mampu juga “ (muttafaq ‘alaih)
Makna hadits tersebut,
Bahwa orang yang mengeluarkan infak itu akan terasa   lapang hidupnya dan lebar jiwanya, sehingga ia mampu menarik yang ada dibelakangnya dan membawa kedua kakinya serta semua bekas perjalanan dan langkahnya . Imam Al Khattabi berkata,” Ini adalah perumpamaan yang disampaikan oleh Rasulullah saw tentang dua orang yang suka mengeluarkan infak dan orang yang bakhil seperti dua orang yang ingin memakai baju perang( tameng ) untuk melindungi dirinya dari serangan senjata musuh. Kemudian  mereka memakainya di atas kepala. Tameng biasanya dipakai mulai dari atas kepala hingga menutupi dada, sampai kedua tangannya tertutupi. Demikanlah orang yang mengeluarkan infak seperti  orang yang memakai tameng yang lebar hingga menutupi semua anggota badannya. Dan perumpamaan orang yang bakhil sperti orang yang memangku tangannya hingga sampai kepundaknya. Setiap hendak ia memakainya, ia harus mengumpulkan tangannya ke pundak.  Inilah maksudnya bahwa orang yang dermawan ketika hendak berinfak dadanya lapang , tidak terhalang, jiwanya bersih , pun rezekinya menjadi bertambah banyak. Sedangkan orang bakhil, jika dikatakan tentang infak, ia akan merasa tamak dan rakus, seakan dadanya sempit dan tangannya selalu tergenggam.*

dzalim


Zalim (Arab: ظلم, Dholim) adalah meletakkan sesuatu/ perkara bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim disebut zalimin. Lawan kata zalim adalah adil.
Kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” (ظ ل م ) yang bermaksud gelap. Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar haq orang lain. Namun demikian pengertian zalim lebih luas maknanya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang disandarkannya. Kezaliman itu memiliki berbagai bentuk di antaranya adalah syirik.
Kalimat zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.

Asal makna “zalim” ialah aniaya dan melampaui batas yang telah ditentukan. Arti “zalim” menurut ahli bahasa dan kebanyakan ulama ialah: Meletakkan sesuatu bukan pada semestinya (tempatnya), baik mengurangi, menambah, mengubah waktu, tempat dan letaknya”. Oleh karena itu kata kezaliman diartikan sebagai penyimpangan dari ketentuan atau melakukan dosa walaupun kecil. Di dalam kitab Hadits Qudsi; Pola Pembinaan Akhlak Muslim karya K.H.M. Ali Utsman, H.A.A. Dahlan & Prof. Dr. H.M.D. Dahlan (Sumber tulis banyak didasarkan atas kitab Adabul Ahadits Al Qudsiyah yang disusun oleh Dr. Ahmad Asyibashi. Pen) disebutkan bahwa sebagian Hukama (ahli filsafat Islam) membagi zalim menjadi tiga bagian:
  1. Kategori sifat zalim ( aniaya )

  • Kezaliman Manusia Terhadap Allah SWT
    Kezaliman dari jenis yang terbesar adalah kufur (me-ngingkari Allah), syirik (menyekutukan Allah), nifaq (me-nyembunyikan sikap kufur dengan memperlihatkan seolah-olah beriman). Firman Allah dalam Al Qur’an:
وَإِذْقَالَلُقْمَانُلِابْنِهِوَهُوَيَعِظُهُيَابُنَيَّلَاتُشْرِكْبِاللَّهِإِنَّالشِّرْكَلَظُلْمٌعَظِيمٌ
“…Janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
(Q.S. Luqman: 13)

  • Kezaliman Manusia Terhadap Sesama
    Yaitu berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain merugi karena perbuatannya, seperti ingkar janji, menebar fitnah karena dengki, membuat keonaran, perusakan di muka bumi dan sebagainya. Allah berfirman:
إِنَّمَاالسَّبِيلُعَلَىالَّذِينَيَظْلِمُونَالنَّاسَوَيَبْغُونَفِيالْأَرْضِبِغَيْرِالْحَقِّأُولَئِكَلَهُمْعَذَابٌأَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”
(Q.S. Asy Syura: 42)
Dan orang-orang yang tidak mau bertaubat termasuk pula orang-orang yang zalim. Sebagaimana firman Allah SWT surat Al Hujarat ayat 11.

  • Kezaliman Manusia Terhadap Dirinya Sendiri
    Sesuai dengan firman Allah SWT :
… فَمِنْهُمْظَالِمٌلِنَفْسِهِ …
“ …Lalu di antara mereka ada yang menganiaya (menzalimi) diri mereka sendiri … ” (Q.S. Faatir : 32)
Dalam kitab Anta tasal wa Islam yujib (Anda bertanya dan Islam menjawab, terj.) karangan Prof. Dr. Muhammad Mutawalli Asy Sya’rawy, disebutkan bahwa yang dimaksud menzalimi diri sendiri ialah melakukan hal-hal yang dilarang Allah yang dapat merusak dirinya. Orang semacam ini akan mudah menurut ajakan syaithan, misalnya mencari rezeki dengan jalan yang haram.
Hal lain yang termasuk menzalimi diri sendiri misalnya, meminum-minuman keras (yang memabukkan), berjudi, bezina, candu Narkoba dan sejenisnya dan lain sebagainya yang dapat merusak dirinya, bahkan membahaya-kan keselamatan orang lain.
Seringkali orang yang melakukan kezaliman, ber-pura-pura berzikir kepada Allah, seolah-olah hendak menipu Allah. Padahal orang yang melakukan zikir yang sesungguh-nya, pasti akan menghentikan kezalimannya, dan mereka akan merasa enggan atau ngeri melakukan kezaliman. Orang yang seolah-olah berzikir itulah – tanpa disadarinya – yang telah menipu dirinya sendiri.
Allah berjanji akan selalu ingat kepada orang-orang yang senantiasa melanggengkan zikir kepada-Nya dengan melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya. Akan tetapi orang yang berpura-pura zikir kepada Allah disaat melakukan kezaliman atau nifaq, Allah akan mengingatnya dengan laknat atau mengutuknya.
Melaknat atau mengutuk berarti mengusir dan men-jauhkan dari rahmat-Nya, serta akan menumpahkan azab siksa-Nya kepada pezalim itu. Hal itu disebabkan perbuatan mereka sendiri, karena Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 44: “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.”
Bagi mereka yang melakukan kezaliman, baik kezaliman itu terhadap Allah, terhadap sesama atau terhadap diri mereka sendiri, Allah telah memberikan peringatan keras, sebagaimana firman Allah yang disebutkan dalam Al Qur’an: “Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itulah Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasiq.”
(Q.S. Al Baqarah: 59)
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orang-orang yang me-larang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalau berbuat fasik.” (Q.S. Al A’raf: 165)
Menurut M. Farid Wadji dalam Mushaf Al Mufassar – Sebagaiman yang terdapat dalam kitab Hadits Qudsi – bahwa fasiq yang dimaksud adalah perbuatan yang me-nyimpang dari ketentuan yang telah Allah tetapkan. Karena itu di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut hukum yang telah Allah tetapkan, maka mereka adalah tergolong orang-orang yang fasiq dan zalim. (Lihat Al Qur’an surat Al Maidah ayat 44-47).
Marilah kita hindari perbuatan, sikap dan sifat yang mengarah kepada kezaliman, karena hal itu sangat merugikan diri kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari sikap dan sifat zalim, apakah zalim terhadap Allah, zalim terhadap sesama makhluk Allah atau zalim terhadap diri kita sendiri.

sabar

Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Setelah kita tahu tentang pengertian sabar maka kita pelajari tentang pandangan islam tentang sabar. Sesuai pandangan islam Sabar itu ada berbagai macam, antara lain :
  1. Sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT
Menahan diri kita agar tetap istiqomah dalam menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah bagian dari perintah Allah SWT. Kita harus tetap sabar menjalankan itu semua, karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya dengan baik sesuai syariat yang telah Allah SWT turunkan. Mulai dari shalat, zakat, puasa, dakwah, dan lain-lain. Itu semua harus kita jalani dengan sabar.
  1. Sabar dari apa yang dilarang Allah SWT
Tenar sekali salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Raja Dangdut H.Rhoma Irama dimana ada sebagian liriknya yang berbunyi “mengapa semua yang asik-asik, itu diharamkan? mengapa semua yang enak-enak itu dilarang?” karena semua itu adalah memang godaan setan yang merayu kita dengan kenikmatan-kenikmatan dunyawi. Semua kenikmatan itu hanya semua, karena jalan yang ditunjukan oleh setan itu tidaklah berakhir kecuali di neraka. Dan kita sebagi umat Islam harus bersabar dari apa yang dilarang oleh Allah SWT. Yakinlah bahwa semua larangan itu pasti ada maksudnya. Tidaklah Allah SWT melarang kita untuk berbuat dosa, kecuali dalam dosa itu pasti ada sebuah kerugian yang akan didapat jika kita melakukannya.
  1. Sabar terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT
Jika ada salah satu dari kita ditakdirkan dengan kondisi fisik yang kurang, maka kita juga harus tetap bersabar. Karena bersabar dengan ketentuan Allah SWT merupakan salah satu dari macam sabar. Dan balasan lain dari sabar kita itu adalah surga. Rasulallah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT berfirman“Jika hambaku diuji dengan kedua matanya dan dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya dengan surga” (HR. Bukhori).
Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar dalam menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan dari apa yang telah ditakdirkan-Nya. Dan kita harus tetap melatih sifat sabar ini dalam kehidupan kita sehingga nantinya kita akan dapat menyikapi semua aspek hidup ini dengan sabar. wallau’alam, 

rendah hati


B. Rendah Hati
Rendah hati artinya sifat bijak yang melekat pada sesorang, memposisikan dirinya dengan orang lain sama, merasa tidak lebih baik, tidak lebih mahir,tidak lebih pintar, tidak juga lebih mulia.
Bila seseorang rendah hati maka kemuliaan diri yang akan timbul. Tapi apabila rendah diri yang melekat kehinaan dirilah yang akan muncul

Sama-sama menggunakan kata "rendah" namun memilik makna yang sangat berbeda. Rendah hati artinya sifat bijak yang melekat pada sesorang, memposisikan dirinya dengan orang lain sama, merasa tidak lebih baik, tidak lebih mahir,tidak lebih pintar, tidak juga lebih mulia. 

Setiap prilakunya senantiasa menghormati siapa pun tanpa melihat umur, jabatan maupun kedudukan, sedangkan rendah diri adalah sifat yang melekat pada diri sesorang yang mengangap dirinya lebih rendah dari orang lain, sehingga setiap saat dirundung dengan sikap malu, minder, sukar bergaul dan pesimis. 

Siapa pun mutlak harus menjauhi sefat rendah diri. Percantik diri dengan sifat rendah hati agar dicintai semua karyawan, rekan kerjannya juga orang lain. 
Sifat rendah hati –bukan rendah diri—adalah diantara sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang muslim. Sifat rendah hati ini dalam Al-Qur’an surat al-Furqān ayat 63 disebutkan:


وَعِبَادُ الرَّحْمَـنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الجَاهِلُونَ قَالُواْ سَلاَماً (الفرقان: 63)
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (Q, sal-Furqān /25:63)

Hamba-hamba Allah yang rendah hati adalah mereka yang berjalan di muka bumi ini dengan tenang, mantap dan tidak menyombongkan diri. Andaikata kebetulan sedang diberi ni’mat oleh Allah berupa kekayaan, maka ia tidak memamerkan kekayaannya itu kepada orang-orang dengan tujuan untuk mengagungkan dirinya semata. Andaikata ia seorang yang diberi ilmu oleh Allah, maka ia tidak sombong dengan ilmunya. Andaikata ia adalah orang yang berpangkat, maka kepangkatan dan jabatannya itu tidak lantas membuatnya merendahkan orang lain. Nabi Muhammad S.a.w pernah mengingatkan:

عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ قَالَ: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ». (رواه مسلم)
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain. (HR. Muslim)




pengertian akhlak

Akhlak

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabiat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan, akhlak juga berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Dalam KBBI, akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai berikut:

Menurut Ibnu MaskawaihMenurutnya akhlak ialah “hal li nnafsi daa’iyatun lahaa ila af’aaliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Menurut Abu Hamid Al GhazaliAkhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
Pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali  menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Agama Islam dan Al Quran merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan pada akidah yang diwahyukan Allah Swt kepada utusannya kemudian disampaikan kepada umatnya. Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt ke dunia ini bertujuan untuk menyempurnakan akhlak mulia. Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir yang wajib diketahui. Beberapa ayat Al Quran tentang akhlak yang baik diantaranya adalah sebagai berikut:
1. “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung”. (Al Qalam: 4)
2. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Maidah: 8)
3. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra: 23)
4. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (mengolok-olok).” (Al-Hujurat:11)
5. “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong…”. (Al-Isra: 37)